Monday, December 17, 2018

Hentikan Pembuangan Sampah di Teluk Joutefa untuk Keamanan Panganmu!

Teluk Joutefa adalah salah satu kawasan yang menyimpan sejuta rahasia, mulai dari gunung Wilouw  yang menjulang tinggi hingga hamparan mangrove dan sagu dari sekitar kampung T’bati, Indjros, dan Nafri. Karena keindahan dan kekayaan inilah pemerintah Indonesia menetapkan kawasan Teluk Joutefa sebagai kawasan wisata alam dengan nama Kawasan Wisata Alam Teluk Joutefa, salah satu dari sekian banyak kawasan konservasi di Tanah Papua. Kawasan Wisata Alam Teluk Joutefa ditetapkan pertama kali sebagai kawasan konservasi melalui Surat Keputusan Menteri  Pertanian nomor : 372/Kpts/ Um/6/1978 tanggal 9 Juni 1978. Kemudian pada tahun 1996, status hukum Kawasan Teluk Joutefa diperkuat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 714/Kpts-II/1996 tanggal 11 Nopember 1996, tentang Penetapan Kawasan Teluk Joutefa sebagai Kawasan Konservasi dengan peruntukan sebagai Taman Wisata Alam, seluas 1.675 hektar. Secara Geografis kawasan Taman Wisata Alam Teluk Joutefa terletak antara 02°31´00¨ – 02°42´00¨ lintang selatan, serta 142°37´00¨ – 142°48´ 00¨. Karena letak kawasan Wisata Alam Teluk Joutefa di tengah-tengah kawasan perkotaan dari kota Jayapura, Papua, tantangannya menjadi semakin besar sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan. Sayangnya, hal ini menyebabkan beberapa habitat penting dalam kawasan Wisata  Alam teluk Joutefa rusak dan airnya menjadi terpolusi. Salah satu dari berbagai penyebab tersebut adalah pembuangan sampah kota Jayapura secara langsung ke dalam sungai dan laut di kawasan teluk ​​Joutefa.

Sebagai akibat dari pembuangan sampah tersebut, ada sekurangnya 3 kampung tradisional dari penduduk asli  Papua Barat (Indjros, T'bati and Nafri), secara langsung terdampak oleh pembuangan sampah kota Jayapura tersebut. Hal ini menyebabkan penduduk asli di tiga kampung mulai mengalami berbagai masalah lingkungan juga kesehatan. Aroma dari teluk Joutefa yang selama berabad-abad memberi kesegaran bagi penduduk ketiga kampung mulai berubah menjadi bau sampah. Penduduknya bahkan mulai merasa gatal-gatal  ketika berenang di pantai-pantai sekitar kampung mereka di teluk Joutefa. Ketika air surut, dasar laut dari setiap rumah panggung  penuh dengan sampah rumah tangga seperti plastik, kaleng, kasur, dll. Bisa dibayangkan berapa banyak organisme dan binatang laut di teluk Joutefa yang mati atau terkontaminasi oleh sampah yang kemungkinan besar mengandung logam berat yang terakumulasi dan ikan yang dimakan oleh penduduk. Apalagi, ada dugaan, sampah rumah sakit dari Rumah Sakit Umum Daerah Abepura turut menyumbang pencemaran tersebut. Karena itu penelitian mendalam terkait hal ini sangat dibutuhkan mengingat  sampah rumah sakit mengandung banyak bahan kimia berbahaya.

Terlepas dari itu, mentalitas dan perilaku manusia yang menghuni kota Jayapura, secara khusus yang hidup di bantaran sungai-sungai yang bermuara ke teluk Joutefa perlu diingatkan bahwa resiko tertinggi dari pembuangan sampah ke dalam sungai yang kemudian mencemari perairan teluk Joutefa akan berpengaruh terhadap keamanan pangan dari seluruh penduduk kota Jayapura dan Sentani yang mengkonsumsi makanan laut yang berasal dari teluk Joutefa dan Humboldt.

Karena itu, bagi kaum muda perlu diingatkan untuk menjaga kebersihan Lingkungan karena Lingkungan ini akan menjadi warisan yang akan ditempati dan dinikmati oleh mereka di masa depan. Kepada penduduk yang mendiami pinggiran sungai agar lebih bijak dalam membuang sampah karena dengan demikian mereka telah turut membantu menjaga keamanan pangan mereka sendiri. Sedangkan, bagi rumah sakit atau klinik yang ada di sekitar kota Abepura dan Entrop agar tidak membuang sampah secara langsung ke dalam sungai yang mengalir ke teluk Joutefa tanpa proses pengolahan, karena sampah tersebut sangat beracun dan dapat membunuh umat manusia yang ada di kota Jayapura bahkan Sentani yang selalu mengonsumsi ikan dan bahan makanan laut lainnya yang diambil dari teluk Joutefa dan Humboldt.

Jadi, marilah kita sama-sama hentikan pembuangan sampah di kali atau sungai yang bermuara ke teluk Joutefa karena pasti keamanan pangan kita akan terganggu. Semoga!


Ditulis oleh DeYo

Wednesday, December 12, 2012


This is deep, so take your time.

THE BLACK PRAYER

Why Did You Make Me Black Lord ...
Lord ... Why did you make me black?
Why did you make someone
the world would hold back?

Black is the color of dirty clothes,
of grimy hands and feet...
Black is the color of darkness,
of tired beaten streets...

Saturday, December 1, 2012


1 Desember

Ada apa sebenarnya dengan 1 Desember yang membuat “Kota Emas” selalu membara? Siapa sebenarnya yang berkepentingan dengan 1 Desember di Tanah Papua saat ini? Apakah orang asli Papua? Pendatang? OPM sebagai gerakan rakyat semesta yang memperjuangkan Hak untuk Merdeka bagi orang Papua? TNI/POLRI yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam mengendalikan dan mengelola “keamanan” di Tanah Papua? Mungkinkah ada pihak yang yang tidak terbayangkan sebagai player dalam menggunakan 1 Desember untuk meraup keuntungan finansiil dari seluruh operasi pengamanannya?

Bukankah “Operasi Keamanan di bulan Desember seharusnya lebih diutamakan untuk membantu lebih hikmahnya peringatan Natal di Tanah Papua yang “mayoritas” penduduknya beragama Nasrani? Mengapakah selalu setiap tahun, ketika bulan-bulan dalam tahun mulai berbunyi “…ber-…ber (September, Oktober, November dan Desember),” eskalasi keamanan dan politik di Tanah Papua selalu cenderung meningkat, bahkan cenderung disuburkan oleh berbagai pihak? Ada apa gerangan?

Friday, November 23, 2012



MELURUSKAN SEJARAH KEBENARAN DI ANTARA SEMUA SUKU BANGSA



Kebenaran tentang Sejarah Umat Manusia di dunia nampaknya masih sangat susah untuk diakui secara benar oleh banyak bangsa-bangsa. Hal ini dikarenakan ada begitu banyak teori tertulis yang diajukan dengan mengabaikan kebenaran tidak tertulis yang masih disimpan oleh beberapa suku bangsa di dunia yang masih mengenal sejarah kebenaran Umat manusia di dunia ini. Persoalan ini pulalah yang menyebabkan berbagai kekacauan dan bencana di dunia. Yang benar menjadi salah dan yang salah serta berkuasa membenarkan diri mereka dengan menulis sejumlah hal menyangkut sejarah umat manusia dengan dibumbui kekerasan yang menjadi tirani. Itu pula yang terjadi dengan kebenaran sejarah menyangkut siapa sebenarnya penghuni belahan Selatan Bumi. 

Inilah sejarah awal penghargaan atas Manusia sebagai ciptaan Tuhan menjadi terganggu. Kulit Putih mendominasi kulit Hitam, dsbnya. Meskipun disadari bahwa warna apapun kulit kita, kita tetaplah satu, MANUSIA. Manusia yang membutuhkan saling menghargai dan menghormati, mulai dari ujung rambt sampai ujung kaki, dan dari ujung kaki sampai ujung rambut. Teristimewa buat masyarakat yang mendiami "Kota Emas" ini.